Selasa, 04 Desember 2007

Rekanan Newmont Diputus Kontrak

[Tempo Interaktif] - PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) menyatakan somasi PT Quantra Internusa tidak mendasar. Menurut juru bicara NTT Kasan Mulyono, pemutusan kontrak rekanan Newmont tersebut sesuai ketentuan.

Menurut Kasan, sesuai perjanjian pihaknya dibolehkan memutuskan hubungan kerja sebelum kontrak berakhir. "Karena itu tidak ada pelanggaran kontrak dalam pemutusan hubungan kontrak ini," ujarnya kepada Tempo, Senin (3/12).

Sebelumnya, Quantra menuntut ganti rugi dari Newmont sebesar US$ 6,69 juta atau sekitar Rp 60 miliar. Perusahaan itu menilai Newmont bertindak sewenang-wenang memutuskan kontrak sepihak. Quantra menjadi perusahaan yang menyediakan jasa pemeliharaan alat dan penyediaan suku cadang bagi NNT. [Senin, 3 Desember 2007]

PLN Bagikan 50 Juta Lampu Hemat Energi

[Tempo Interaktif] - PT PLN (Persero) berencana mengantikan 50 juta lampu pijar dengan lampu hemat energi pada 2008. Pergantian lampu hemat energi tersebut mengurangi pemakaian listrik hingga 2,3 miliar kilo watt hour (KWH) per tahun.

Direktur Utama PT PLN Edie Widiono mengatakan pemborosan penggunaan lampu pijar mencapai 4 tera watt hour per tahun. Asumsinya 35 juta pelangan PLN masih menggunakan lampu pijar yang boros energi.

Dalam rapat di kantor Wakil Presiden, Senin(3/12) sore, PLN mengusulkan pergantian hingga 100 juta lampu hemat energi. “Tapi tadi diputuskan untuk membagikan 50 juta lampu hemat energi untuk 2008 untuk 35 juta pelangan PLN,” kata Edie dalam keterangan pers usai rapat.

Menurut Edie, dengan pengantian 50 juta lampu hemat tersebut, PLN akan menghemat Rp 1,7 triliun per tahun. Hitungannya, PLN akan menghemat 2,3 miliar kilo watt hour(KWh) per tahun dari program ini. Sehingga konsumsi bahan bakar minyak akan turun 0,75 juta kilo liter yang nilainya Rp 3,8 triliun per tahun. Akan tetapi, pendapatan PLN akan berkurang Rp 1,2 triliun. PLN juga harus mengeluarkan anggaran hingga sekitar Rp 900 miliar untuk membeli lampu hemat energi.

Edie mengatakan, lampu hemat energi itu akan dibagikan gratis pada pelanggan. Diprioritaskan untuk pelangan kecil, pelangan di daerah yang masih tinggi penggunaan BBM untuk pembangkitnya, daerah yang krisis listrik, dan daerah yang terisolasi sistem kelistrikannya.

Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengatakan, rencana pengantian lampu hemat energi ini salah satu langkah untuk menekan subsidi dan pemakaian BBM oleh PLN. Selain penggunaan lampu hemat energi, untuk menekan usbsidi pemerintah juga meminta PLN menganti pemakaian solar Marine Fuel Oil (MFO).

Rapat itu dipimpin langsung Wakil Presiden Jusuf Kalla dan diikuti Menteri Koordinator Perekonomian Boediono, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan jajaran pejabat PLN.

Edie dalam kesempatan tersebut juga mengusulkan disinsentif bagi pelangan PLN yang memakai listrik di luar batas kewajaran. Sistem seperti ini sudah diterapkan pada pelangan industri dengan sebutan "dayamax". Pelanggan industri yang menggunakan listrik berlebihan saat beban puncak akan dikenai denda.

Menurut Edie, batas wajar konsumsi listrik pelangan besar 6.600 kva sebesar 1.750 KWh per bulan. Untuk 2.200 kva rata-rata pemakaian listrinya 600 KWh per bulan. Untuk golongan 450 kva pemakaiannya sekitar 75 KWh. “Kalau sudah lebih dari itu sudah masuk pemborosan, maka akan dikenakan disinsentif yang bentuknya masih akan diformulasikan,” ujar dia. [Senin, 3 Des 2007]

Pembatasan Premium Bakal Lemahkan Daya Beli

[Tempo Interaktif] - Rencana pemerintah membatasi bahan bakar minyak jenis premium dikhawatirkan akan melemahkan daya beli masyarakat. Akibatnya industri semakin sulit bergerak karena masih mengalami tekanan kenaikan minyak mentah.

"Pengaruh penurunan daya beli akan signifikan buat industri, industri akan semakin sulit menaikkah harga saat penurunan daya beli, tapi disisi lain berbagai biaya produksi sudah naik," ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi, Senin (3/12).

Dia juga meragukan rencana efektifitas pembatasan bahan bakar tersebut. "Akan bocor ke mana-mana," ujarnya. Program pembatasan premium yang diberlakukan oleh Iran, kata dia, berhasil karena negara itu memiliki otoritas yang kuat. "Implementasi di Indonesia selalu lemah."

Sebelumnya pemerintah berencana melakukan pembatasan penjualan bahan bakar jenis premium untuk dialihkan bahan bakar non subsidi. Rencana tersebut untuk mengurangi tekanan kepada anggaran negara akibat membengkaknya beban subsidi. Premiun merupakan bahan bakar yang disubisi bersama solar dan minyak tanah.

Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Bambang Trisulo mengatakan, pembatasan premium tak secara langsung mempengaruhi penjualan kendaraan bermotor. "Tergantung seberapa besar dampak kebijakan ini secara umum," katanya.

Menurut dia, kemungkinan pengendara kendaraan bermotor akan melakukan penyesuaian dengan mengurangi konsumsi bahan bakar. Selain itu, kemungkinan taksi yang selama ini menggunakan premium akan menaikkan harga. "Seberapa besar inflasi, ini yang akan mempengaruhi signifikan terhadap penjualan kendaraan," ujarnya.

Apabila pembatasan premium berlaku untuk roda dua, kata Bambang, akan semakin besar dampaknya atas inflasi. "Motor itu kendaraan lapisan menengah ke bawah, apabila diberlakukan, tekanan inflasi akan semakin besar," ungkapnya.

Presiden Direktur Blue Bird Group Purnomo Prawiro mengatakan, pihaknya akan menaikan tarif taksi jika pemerintah membatasi pasokan premium. Menurut dia, bahan bakar minyak berkontribusi 26 persen dari total pengeluaran. Dengan selisih harga premium dan pertamax sebesar 50 persen kenaikan tarif sebesar 13 persen.

Purnomo mengatakan, kenaikan tidak hanya terjadi pada tarif taksi. "Pengaruhnya tak hanya bahan bakar, tapi juga Upah Minimum Regional (UMP), ban, suku cadang dan gaji karyawan harus naik," katanya setelah melakukan pertemuan dengan Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (3/12).

Dia juga mengusulkan, agar tarif angkutan umum diserahkan kepada operator. "Seperti penerbangan, dibebaskan," katanya.

Peneliti Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Pri Agung Rakhmanto mengatakan, rencana pembahasan premium tidak akan efektif. Alasannya, kebijakan tersebut tidak menyelesaikan akar permasalahan. "Itu kebijakan yang tidak jelas, secara teknis bakal sulit membatasi konsumsi premium," ujarnya.

Menurut dia, nilai subsidi premium dalam komponen bahan bakar minyak hanya sepertiga dari total subsidi. "Yang mau dihemat tidak signifikan," katanya. Yang harus dilakukan pemerintah adalah menetapkan target penghematan,bukan dengan dengan membuat kebijakan pembatasan. [Selasa, 4 Desember 2007]

Senin, 03 Desember 2007

Penerimaan ESDM 2007 Diperkirakan mencapai Rp215 Trln

[Antara News] - Realisasi penerimaan sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) tahun anggaran 2007 diperkirakan mencapai Rp215,52 triliun. Data Departemen ESDM yang diperoleh di Jakarta, Senin, menunjukkan angka penerimaan tersebut 18,21 persen di atas target APBN Perubahan 2007 yang dipatok Rp182,32 triliun.

Sampai Oktober 2007, penerimaan sektor ESDM sudah mencapai Rp136,27 triliun atau 74,8 persen dari target APBN Perubahan 2007. Perkiraan realisasi penerimaan ESDM sampai Desember 2007 tersebut terdiri dari perpajakan Rp67,07 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp139,92 triliun, dan penerimaan lain-lain Rp8,53 triliun.

Penerimaan perpajakan itu terdiri dari pajak penghasilan (PPh) minyak bumi Rp16,36 triliun, PPh gas bumi Rp26,68 triliun, dan pajak pertambangan umum Rp24,03 triliun. Sedangkan, perkiraan realisasi PNBP berasal dari pendapatan minyak bumi Rp96,61 triliun, pendapatan gas alam Rp35,19 triliun, dan pertambangan umum Rp8,13 triliun yang di antaranya dari royalti Rp5,4 triliun dan penjualan hasil tambang Rp2,63 triliun.

Sementara, perkiraan penerimaan lain-lain di antaranya berasal dari silisih harga "domestic market obligation" (DMO) yang harga minyak mentah Indonesia dengan "fee" kontraktor Rp7,12 triliun, pendapatan jasa Rp949 miliar, serta iuran badan usaha dalam penyediaan dan pendistribusian BBM dan pengangkutan gas bumi melalui pipa Rp360 miliar.

Sampai Oktober 2007, realisasi penerimaan perpajakan sudah mencapai Rp48,36 triliun atau 80,83 persen dari target APBN Perubahan 2007, PNBP Rp83,17 triliun (72,31 persen), dan penerimaan lain-lain Rp4,83 triliun (64,8 persen).

Realisasi penerimaan perpajakan sampai triwulan ketiga 2007 dari PPh minyak sudah mencapai Rp11,11 triliun (80,3 persen), PPh gas bumi Rp20,01 triliun (85,39 persen), dan pertambangan umum Rp17,25 triliun (76,43 persen).

Sedang, realisasi PNBP sampai Oktober 2007 dari pendapatan minyak bumi Rp55,53 triliun (70,64 persen), pendapatan gas alam Rp19,6 triliun (67,31 persen), dan pertambangan umum Rp8,05 triliun (110,15 persen) yang di antaranya dari royalti Rp5,35 triliun (111,75 persen) dan penjualan hasil tambang Rp2,6 triliun (105,66 persen).

Adapun realisasi penerimaan lain-lain sampai Oktober 2007 yang berasal dari silisih harga "domestic market obligation" (DMO) yang harga minyak mentah Indonesia dengan "fee" kontraktor Rp3,71 triliun (60,14 persen), pendapatan jasa Rp670,7 miliar (70,73 persen), serta iuran badan usaha dalam penyediaan dan pendistribusian BBM dan pengangkutan gas bumi melalui pipa Rp348,2 miliar (103,94 persen). [Senin, 3 Des 2007]

Pembatasan Premium Diperkirakan Mulai Akhir Maret 2008

[Antara News] - Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memperkirakan, program pembatasan premium baru terealisasi akhir Maret 2008. Anggota Komite BPH Migas Ibrahim Hasyim di Jakarta, Senin mengatakan, pihaknya harus menyosialisasikan terlebih dahulu, baik kepada pengguna maupun pemilik stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).

"Sosialisasi ini memerlukan waktu agar program berjalan dengan baik," katanya. Selama masa sosialisasi, lanjutnya, PT Pertamina (Persero) bisa mempersiapkan kilang yang memproduksi premium oktan 90 dan perubahan tangki timbun di SPBU.

Sekjen Departemen ESDM Waryono Karno mengatakan, pelaksanaan program pembatasan membutuhkan waktu mengingat terkait kepentingan masyarakat. Menurut dia, saat ini masalah tersebut masih dibahas di Ditjen Migas Departemen ESDM.

Selanjutnya, akan dibawa ke Menteri ESDM, sebelum dibahas dalam sidang kabinet terbatas. Sebelumnya, Pertamina menyatakan kesiapannya memproduksi dan menjual premium beroktan 90 pada Januari ini. Direktur Niaga dan Pemasaran Pertamina Achmad Faisal mengatakan, pihaknya hanya tinggal menunggu instruksi pemerintah terkait pelaksanaannya.

Pertamina, lanjutnya, tengah menyiapkan infrastrukturnya seperti tangki BBM di SPBU dan juga ketersediaan mobil tangkinya. Pada tahap awal, menurut Faisal, pembatasan bisa dilakukan di jalan utama, perumahan elit, dan jalan tol di Jakarta dan Surabaya.

Perhitungan Pertamina, penghematan yang bisa didapat melalui program pembatasan premium bisa mencapai dua juta kiloliter premium atau sekitar Rp4-5 triliun pada 2008. Pemerintah tengah mempertimbangkan untuk membatasi pemakaian premium bersubsidi dengan mewajibkan kendaraan roda empat milik pribadi menggunakan premium berangka oktan 90 yang nonsubsidi.

Berbeda dengan premium yang dijual di pom bensin dengan angka oktan 88 dan kini masih disubsidi, premium oktan 90 tidak lagi disubsidi, sehingga tentunya harganya akan menjadi lebih mahal. Sekarang ini, premium bersubsidi dijual dengan harga Rp4.500 per liter. Sebenarnya, kini sudah beredar pula premium nonsubsidi berangka oktan 92 yang kalau dihasilkan PT Pertamina (Persero) dinamakan Pertamax.

Namun, harga Pertamax itu jauh lebih mahal yakni mencapai Rp7.500 per liter. Melalui pembatasan itu, nantinya, hanya kendaraan angkutan umum saja yang boleh mengisi premium bersubsidi. Salah satu opsi pembatasannya adalah dengan memakai kartu atau katup pengisian premium tertentu. [Senin, 3 Des 2007]

Pemerintah Akan Bagikan Lampu Hemat Energi Gratis

[Antara News] - Pemerintah akan membagikan lampu hemat energi secara gratis kepada 35 juta pelanggan PT Perusahaan Listrik negara (PLN), dengan cara menukarkan lampu pijar yang dimilikinya, dalam upaya melakukan penghematan Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Kajian kami nanti setiap pelanggan akan mendapatkan tiga lampu hemat energi yang dibagikan secara gratis dengan menunjukkan bukti, atau menggantikan lampu pijarnya," kata Dirut PT PLN Edy Widiono seusai rapat penghematan energi yang dipimpin Wapres M Jusuf Kalla di kantor Wapres Jakarta, Senin.

Menurut Edy dengan penggantian lampu pijar ke lampu hemat energi maka akan bisa dihemat BMM sebanyak 0,75 juta kilo liter per tahun atau setara nilainya dengan Rp3,8 triliun pertahun.
Selama ini, tambah Edy, telah terjadi pemborosan BBM dengan penggunaan lampu pijar. Dalam setahun, terjadi pemborosan energi listrik sebanyak 4,6 miliar KWH/tahun. Edy menjelaskan angka 4,6 miliar KWH pertahun tersebut dengan perhitungan asumsinya setiap pelanggan memiliki tiga lampu pijar.

Menurut hitungan Edy, untuk membagikan sebanyak tiga lampu hemat energi kepada 35 juta pelanggan PT PLN akan dibutuhkan sebanyak 100 juta lampu. Namun, tambahnya dalam rapat tadi Wapres memutuskan akan dibagikan sebanyak 50 juta lampu hemat energi dahulu.

"Biaya untuk beli lampu hemat energi tersebut sebesar Rp900 milyar dan dananya dari PT PLN," kata Edy.

Edy juga menjelaskan jika program pembagian lampu hemat energi tersebut berjalan dengan baik maka akan ada daya listrik PLN yang tidak terpakai atau berkurang pemakaiannya yang besarnya senilai Rp1,2 triliun. Namun jika dihitung dengan penghematan konsumsi BBM yang ada yakni sebesar Rp3,8 triliun maka masih akan ada keuntungan dari penghematan ini.

Hitungannya, tambah Edy , untuk investasi (pembelian lampu) Rp900 miliar dan ditambah potensi kerugian tak digunakannya energi (karena ada penghematan energi) sebesar Rp1.2 trilyun. Sehingga total menjadi Rp2,1 triliun, sedangkan penghematan BBM yang dihasilkan senilai Rp3,8 triliun.

"Ini dalam rangka pengamanan APBN 2008. Kalau APBN 2007 sudah aman tak ada masalah," kata Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro.

Program pembagian lampu hemat energi tersebut, tambah Purnomo merupakan antisipasi atas adanya lonjakan harga minyak dunia yang berada di kisaran 100 dollar AS per barel. Menurut Purnomo, saat ini pemerintah Indonesia masih memiliki waktu satu bulan untuk melakukan langkah-langkah bagi pengamanan APBN 2008.

Selain pembagian lampu hemat energi, ada beberapa langkah lain yang disiapkan pemerintah untuk penghematan energi tersebut, antara lain PT PLN diminta menggantikan bahan bakar diesel ke bahan bakar minyak bakar (marine fuel oil/MFO). Program lainnya menyiapkan kebijakan dis-insentif.

"Soal Dis-insentif itu, salah satunya yang diusulkan adanya satu batas pemakaian kewajaran dari pelanggan dan kalau sampai pemakaian melebihi batas kewajaran tersebut diberikan dis-insentif misalnya dalam bentuk fiskal atau apa. Tapi ini belum diputuskan," kata Purnomo.

Sebelumnya Dirut PT PLN Edy Widiono juga menjelaskan bahwa saat ini terjadi lonjakan pemakaian listrik pada siang hari khususnya di wilayah Jawa Barat. Menurut Edy hal itu terjadi karena beberapa industri tidak lagi menggunakan energi pembangkit listriknya sendiri karena kenaikan BBM dan beralih menggunakan listrik PLN.

Dalam satu bulan ini, tambah Edy, terjadi kenaikan penggunaan listrik pada siang hari hingga 300 MW. "Dampaknya menaikkan kebutuhan BBM PT PLN. Jika sistem transmisi tak ditambah suatu ketika nanti tidak mampu. Salah satu caraya dengan penghematan energi melalui lampu hemat energi," katanya.

Mengenai kebijakan Dis-insentif, Edy menjelaskan hal itu belum diputuskan dan PT PLN akan mengkonsultasikannya kepada pemerintah. namun Edy menegaskan kebijakan Dis-insentif tersebut rencananya akan dilaksanakan pada tahun anggaran 2008. [Senin, 3 Des 2007]

Harga Minyak Dunia Kembali Turun

[Tempo Interaktif] - Harga minyak dunia pada perdagangan Senin (3/12)turun menjadi US$ 88,36 per barel. Penurunan harga tersebut karena pasar masih menunggu hasil pertemuan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) di Abu Dhabi, pekan ini.

Kontrak minyak mentah untuk pengiriman Januari 2008 di pasar New York turun US$ 35 sen menjadi US$ 88,36 per barel. Sedangkan harga minyak jenis Brent North Sea turun US$ 10 sen menjadi US$ 88,10. Analis memperkirakan anggota OPEC kemungkinan akan mengeluarkan putusan terkait produksi minyak. [Senin, 3 Des 2007]