Selasa, 04 Desember 2007

Pembatasan Premium Bakal Lemahkan Daya Beli

[Tempo Interaktif] - Rencana pemerintah membatasi bahan bakar minyak jenis premium dikhawatirkan akan melemahkan daya beli masyarakat. Akibatnya industri semakin sulit bergerak karena masih mengalami tekanan kenaikan minyak mentah.

"Pengaruh penurunan daya beli akan signifikan buat industri, industri akan semakin sulit menaikkah harga saat penurunan daya beli, tapi disisi lain berbagai biaya produksi sudah naik," ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi, Senin (3/12).

Dia juga meragukan rencana efektifitas pembatasan bahan bakar tersebut. "Akan bocor ke mana-mana," ujarnya. Program pembatasan premium yang diberlakukan oleh Iran, kata dia, berhasil karena negara itu memiliki otoritas yang kuat. "Implementasi di Indonesia selalu lemah."

Sebelumnya pemerintah berencana melakukan pembatasan penjualan bahan bakar jenis premium untuk dialihkan bahan bakar non subsidi. Rencana tersebut untuk mengurangi tekanan kepada anggaran negara akibat membengkaknya beban subsidi. Premiun merupakan bahan bakar yang disubisi bersama solar dan minyak tanah.

Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Bambang Trisulo mengatakan, pembatasan premium tak secara langsung mempengaruhi penjualan kendaraan bermotor. "Tergantung seberapa besar dampak kebijakan ini secara umum," katanya.

Menurut dia, kemungkinan pengendara kendaraan bermotor akan melakukan penyesuaian dengan mengurangi konsumsi bahan bakar. Selain itu, kemungkinan taksi yang selama ini menggunakan premium akan menaikkan harga. "Seberapa besar inflasi, ini yang akan mempengaruhi signifikan terhadap penjualan kendaraan," ujarnya.

Apabila pembatasan premium berlaku untuk roda dua, kata Bambang, akan semakin besar dampaknya atas inflasi. "Motor itu kendaraan lapisan menengah ke bawah, apabila diberlakukan, tekanan inflasi akan semakin besar," ungkapnya.

Presiden Direktur Blue Bird Group Purnomo Prawiro mengatakan, pihaknya akan menaikan tarif taksi jika pemerintah membatasi pasokan premium. Menurut dia, bahan bakar minyak berkontribusi 26 persen dari total pengeluaran. Dengan selisih harga premium dan pertamax sebesar 50 persen kenaikan tarif sebesar 13 persen.

Purnomo mengatakan, kenaikan tidak hanya terjadi pada tarif taksi. "Pengaruhnya tak hanya bahan bakar, tapi juga Upah Minimum Regional (UMP), ban, suku cadang dan gaji karyawan harus naik," katanya setelah melakukan pertemuan dengan Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (3/12).

Dia juga mengusulkan, agar tarif angkutan umum diserahkan kepada operator. "Seperti penerbangan, dibebaskan," katanya.

Peneliti Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Pri Agung Rakhmanto mengatakan, rencana pembahasan premium tidak akan efektif. Alasannya, kebijakan tersebut tidak menyelesaikan akar permasalahan. "Itu kebijakan yang tidak jelas, secara teknis bakal sulit membatasi konsumsi premium," ujarnya.

Menurut dia, nilai subsidi premium dalam komponen bahan bakar minyak hanya sepertiga dari total subsidi. "Yang mau dihemat tidak signifikan," katanya. Yang harus dilakukan pemerintah adalah menetapkan target penghematan,bukan dengan dengan membuat kebijakan pembatasan. [Selasa, 4 Desember 2007]

Tidak ada komentar: